Oleh:
Roy Aldilah
Ketua Umum Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik PC IMM Kuningan
KUNINGAN, CIREMAIPOS.COM - Gaung "Kuningan Melesat" yang terus dikumandangkan oleh orang nomor satu Kuningan tampaknya masih jauh dari realisasi yang nyata. Khususnya di ruang lingkup pendidikan, merasa ada ironi yang sulit diabaikan. Alih-alih menjadi instrumen untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat, menilai ada kecenderungan bahwa pendidikan justru dijadikan alat permainan kekuasaan.
mencermati perbincangan yang berkembang di masyarakat mengenai adanya sosok tertentu yang diduga tidak lagi menjalankan peran sebagai pelayan pendidikan, melainkan lebih menyerupai bagian dari skema yang nilainya tidak sehat. jabatan yang semestinya diemban dengan penuh tanggung jawab, kini lebih dipandang sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan. Proyek-proyek pendidikan, menurut pengamatan ,kerap dijadikan sebagai alat tukar dalam relasi kuasa dan kepentingan politik.
Dalam sebuah opini, dugaan mengenai adanya “setoran wajib” yang dibebankan kepada kepala institusi pendidikan untuk mempertahankan jabatan atau memperoleh proyek menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan. ada yang menilai, bila praktik semacam ini memang terjadi, maka itu menunjukkan adanya sistem yang bergerak bukan berdasarkan meritokrasi, tapi berdasarkan loyalitas transaksional. Hal ini, merupakan bentuk penyimpangan yang sangat jauh dari nilai-nilai integritas dan tanggung jawab publik.
ada pandangan bahwa aparat pengawas seolah kehilangan daya untuk menindak praktik-praktik semacam ini. Entah karena lemahnya pengawasan, atau bisa jadi, karena keterlibatan mereka dalam pusaran kekuasaan itu sendiri. Tentu, ini hanyalah refleksi pribadi sebagai bagian dari masyarakat yang peduli terhadap kualitas tata kelola pemerintahan.
Sebagai kader gerakan moral, merasa tidak bisa tinggal diam. pendidikan bukanlah ladang untuk memperkaya diri, melainkan ruang suci untuk membangun masa depan bangsa. Dan jika benar bahwa sosok-sosok tertentu hanyalah “boneka” dari kekuatan yang lebih besar, rasa rasanya penting untuk mengajukan pertanyaan: siapa sebenarnya dalang dari semua ini?
"Boneka yang sadar dia boneka, tetap bersalah," dan saya masih meyakini hal itu. Jika jargon "Kuningan Melesat" ingin bermakna, maka langkah pertama adalah membersihkan segala bentuk praktik kotor yang mencederai kepercayaan publik. Pendidikan harus kembali menjadi cahaya yang menerangi, bukan alat yang meredupkan harapan.