KUNINGAN, CIREMAIPOS.COM – Polemik terkait blokade jalan penghubung antara Desa Cisantana, Desa Babakanmulya, dan Desa Puncak di Kecamatan Cigugur, Kuningan, kembali mencuat. Namun menurut Ketua Yayasan Rumah Tenjo Laut, Juju Junaedi, permasalahan ini bukan hal baru. Ia menyebut bahwa insiden serupa pernah terjadi saat awal pembangunan jalan tersebut pada tahun 2012-2013.
Pernyataan Kepala BPKAD Kuningan, Dr. A Taofik Rohman, yang menyebutkan bahwa jalan tersebut sudah ada sejak 2013 tanpa persoalan kepemilikan lahan, dibantah keras oleh Juju. Dalam wawancara eksklusif beberapa waktu lalu di Rumah Tenjo Laut, Desa Cisantana Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan, Juju menyebut pernyataan itu sebagai kekeliruan besar.
"Kalau berbicara blokade jalan, kemarin itu adalah blokade yang kedua sejak eks gedung rehabilitasi Tenjo Laut berdiri," ungkapnya.
Menurut Juju, sejak awal lahan yang digunakan sebagai jalan tersebut merupakan tanah milik pribadi almarhum Kusmadio. Ia menegaskan bahwa pada masa pemerintahan Bupati Aang dan Sekda Yosep, pemerintah membuka akses jalan tanpa seizin pemilik lahan. Hal itu kemudian memicu reaksi keras dari Kusmadio yang memerintahkan orang kepercayaannya, Bapak Ano, untuk memasang portal besi sebagai bentuk protes.
"Abah Kusmadio sendiri yang memblokade saat itu, dan beliau jelas merasa tidak dihargai karena tak ada izin. Pak Ano masih hidup kalau mau dimintai keterangan," tegas Juju.
Situasi saat itu akhirnya mereda setelah pemerintah daerah melakukan pendekatan dan negosiasi langsung dengan Kusmadio. Menurut Juju, Sekda Yosep menjelaskan bahwa pembangunan jalan semata-mata demi kepentingan sosial, yaitu akses menuju gedung rehabilitasi.
Namun, Juju juga mengungkap fakta lain bahwa perencanaan awal jalan sebenarnya bukan melalui lahan milik Kusmadio, melainkan lahan milik Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Sayangnya, pihak TNGC tidak memberikan izin, sehingga pemerintah terpaksa meminta persetujuan dari Kusmadio.
"Abah mengizinkan dengan catatan, bahwa jalan hanya boleh digunakan untuk kepentingan sosial. Jika kini berubah menjadi jalur komersil, wajar jika muncul tuntutan dari pihak keluarga pemilik lahan," tambahnya.
Juju yang masih aktif di Yayasan Rumah Rehabilitasi Tenjo Laut menyebut dirinya sebagai saksi sejarah dalam proses pembangunan gedung rehabilitasi tersebut. Ia bahkan mengaku masih menyimpan sejumlah dokumen terkait.
"Kalau ada yang bilang pembangunan jalan ini tidak pernah bermasalah, berarti mereka tidak tahu atau menutup mata. Nyatanya, dulu ada masalah juga, tapi bisa diselesaikan dengan komunikasi," pungkasnya. (AS)